Aktivitas Enzim Amylase
FISIOLOGI HEWAN
Aktivitas Enzim Amylase
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Fisiologi Hewan
Yang
Di Ampu Oleh Siti Nurkamilah, M.Pd.
Disusun
Oleh:
Kelompok
4
1. Reni Rosita 15544012
2. Shopa Sopiyatul Marwah 15543012
3. Arfah Fauziah 15544010
4. Rika Fadilah
15542032
5. Dini Julianti
15544008
6. Algi Nuriman 15543003
Kelas 3B / Semester 5
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP
- GARUT
2017
I.
Judul
Aktivitas Enzim Amylase
II.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui dan memahami proses pencenaan makanan dengan bantuan saliva
2. Untuk
mengetahui pengaruh temperatur terhadap kerja enzim amylase
III.
Alat
Bahan
- Alat yang digunakan
- Bahan yang digunakan
I.
IV. Langkah
kerja
1. Disediakan
alat dan bahan.
2. Saliva
yang telah terkumpul dari praktikan kemudian disaring dengan kain kasa kasar.
3. Disediakan
3 buah gelas kimia yang berisi 400 mL air. Pada masing-masing gelas kimia
diberikan perlakuan khusus. Gelas kimia pertama didiamkan sesuai suhu ruangan
(20-24 oC), untuk gelas kimia kedua dipanaskan sampai suhu 36-37oC,
dan gelas kimia ketiga dipanaskan sampai
suhu diatas 70 oC.
4. Kemudian
dimasukkan larutan amilum sebanyak 5 mL ke dalam 6 buah tabung reaksi.
5. Dimasukkan
2 tabung reaksi ke dalam masing-masing gelas kimia yang telah diatur suhunya.
6. Setelah
10 menit kemudian pada masing-masing tabung reaksi dimasukkan 15 tetes saliva
yang telah disaring dan dicatat waktu pemasukannya.
7. Setiap
interval 1 menit dilakukan tes dengan menambahkan 2 tetes larutan lugol dan 2
tetes benedict sampai terjadi titik achromatis dan dicatat waktunya.
8. Selama
pengujian lugol dan benedict tabung reaksi tidak boleh dikeluarkan dari gelas
kimia dan menjaga masing-masing gelas kimia agar tetap konstan.
9. Setelah
itu, dibandingkan hasil dari masing-masing tabung percobaan.
I. V.
Landasan teori
Secara umum pencernaan
makanan pada manusia melalui dua proses yaitu pencernaan fisik (mekanis) dan
pencernaan kimiawi. Pencernaan fisik merupakan proses pengubahan molekul
makanan yang besar menjadi kecil-kecil, misalnya penghancuran makanan dengan
gigi atau otot lambung. Pencernaan kimiawi adalah pemecahan zat pati (amilum)
oleh ptyalin (suatu amylase) menjadi maltosa, trisakarida, dan dekstrin. Enzim
amilase terdapat dalam saliva atau air
liur manusia.
Enzim amilase di sebut dengan enzim
ptialin tapi karena memiliki kemampuan
untuk mengubah amilum menjadi glukosa dan maltosa, maka enzim ptialin ini di
sebut juga enzim amilase, Enzim dalam
air liur di produksi oleh kelenjar saliva dalam mulut.
Faktor
yang mempengaruhi kerja enzim :
1.
Suhu
Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan molekul
substrat meningkat, sehingga pada saat bertumbukan dengan enzim, energi molekul
substrat berkurang. Hal ini memudahkan terikatnya molekul substrat pada sisi
aktif enzim. Aktivitas enzim meningkat dengan meningkatnya suhu sampai pada
titik tertentu.
Peningkatan suhu di atas suhu optimum menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen dan ikatan lain yang merangkai molekul enzim, sehingga
enzim mengalami denaturasi. Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi
enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substratnya.
Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun atau hilang.
2. PH
Derajat keasaman (pH)
juga mempengaruhi aktivitas enzim. Perubahan kondisi asam dan basa di sekitar
molekul enzim mempengaruhi bentuk tiga dimensi enzim dan dapat menyebabkan
denaturasi enzim.
3.
Aktivator dan Inhibitor
Aktivator merupakan
molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substratnya.
Adapun
sifat enzim yaitu :
1) Enzim
merupakan biokatalisator yang mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2) Thermolabil.
Mudah rusak bila dipanskan lebih dari 60°C
3) Dibutuhkan
dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksi menjadi sangat cepat dan
berulang-ulang.
4)
Enzim sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan
denaturasi rotein misalnya suhu, pH dll
5) Suhu enzim optimum 30°C, minimum 0°C, maksimum 40°C
Benedict
adalah reagen untuk menguji kandungan makanan yang mengandung glukosa. sama seperti pengujian menggunakan
biuret, bahan makanan yang diuji harus berbentuk larutan, kemudian ditambah
reagen benedict (biasanya setengah dari jumlah larutan). setelah itu dipanaskan
selama beberapa menit. bahan makanan yang mengandung glukosa, akan terdapat
endapan berwarna hijau sampai merah bata. hijau jika kandungan glukosa sedikit
dan merah bata jika kandungan glukosa banyak.
Lugol
adalah reagen untuk menguji makanan yang mengandung amilum (karbohidrat jenis
polisakarida).bahan makanan yang diuji tidak perlu dijadikan larutan, karena
reagen lugol dapat langsung diteteskan pada bahan makanan.
Bahan makanan yang mengandung amilum akan berwarana
biru sampai hitam.
jika kandungan amilum sedikit makan bahan makanan akan berwarna biru.
dan jika bahan makanan berwarna hitam maka kandungan amilum banyak
jika kandungan amilum sedikit makan bahan makanan akan berwarna biru.
dan jika bahan makanan berwarna hitam maka kandungan amilum banyak
.
VI.
VI. Hasil
Pengamatan
1. Hasil
pengamatan dengan menambahkan reagen benedict
Keterangan:
+ : Biru tidak pekat
++ : Biru kurang pekat
+++ : Biru pekat
++++ : Biru sangat pekat
-
: Achromatis
2. Hasil
pengamatan dengan menambahkan larutan lugol
Keterangan:
+ : Ungu tidak pekat
++ : Ungu kurang pekat
+++ : Ungu pekat
++++ : Ungu sangat pekat
-
: Achromatis
- Hasil Pengamatan dengan suhu normal (20-24oC)
- Hasil Pengamatan dengan suhu diatur (36-37oC)
- Hasil Pengamatan dengan suhu panas (>70oC)
VI. VII. Pembahasan
Proses pencernaan makanan terjadi secara
mekanik dan kimiawi dengan bantuan enzim. Salah satu proses pencernaan kimiawi
terjadi pada mulut dengan bantuan saliva, karena didalam saliva mengandung
enzim amylase. Enzim amylase yaitu enzim yang berfungsi memecah gula yang
kompeks menjadi gula sederhana
(glukosa).
Kami melakukan pengujian terhadap enzim
amylase yang terdapat pada saliva dengan menggunakan larutan amilum, reagen benedict
dan larutan lugol sebagai dengan suhu yang berbeda yaitu dengan
suhu normal (20-24oC), suhu yang diatur (36-37oC), dan
suhu panas (>70oC). Larutan amilum digunakan sebagai bahan yang
diuji kandungan gula, reagen benedict untuk mengetahui kandungan gula
pereduksi, larutan lugol untuk mengetahui kandungan pati atau karbohidrat, dan
suhu yang berbeda dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kerja enzim
amylase selama proses pencrnaan makanan dengan bantuan saliva tersebut.
1. Perlakuan dengan suhu normal (20-24oC)
Perlakuan dengan suhu normal dilakuan
pada 2 tabung reaksi yang berbeda, yaitu tabung reaksi yang diberi reagen
benedict dan tabung reaksi yang diberi larutan lugol. Satu menit pertama pada
tabung reaksi yang diberi reagen benedict tidak terjadi perubahan warna, masih
tetap putih yang menandakan belum terdeteksi adanya gula pereduksi (glukosa)
karena amilum masih bersifat gula yang kompleks. Sedangkan pada tabung reaksi
yang ditambahkan larutan lugol langsung terjadi perubahan warna ungu meskipun
belum berwana ungu sepenuhnya, hal tersebut membuktikan adanya karbohidrat atau
pati di dalam larutan amilum tersebut.
Pada menit kedua tabung yang diberi
reagen benedict mulai terlihat adanya perubahan warna menjadi biru pucat, hal
itu menunjukan sudah ada gula pereduksi yang dikatalis oleh enzim amylase. Pada
tabung yang diberi larutan lugol warna ungu menjadi lebih menyebar, hampir seluruh
tabung sudah berwarna ungu.
Pada menit ketiga kedua tabung mengalami
perubahan warna yang lebih pekat dari sebelumnya, dan pada menit keempat kedua
tabung yang diberi reagen benedict maupun yang diberi larutan lugol mengalami
perubahan warna menjadi sangat pekat. Hal tersebut menandakan bahwa pada
larutan amilum terdapat karbohidrat yang tinggi dan glukosa yang tinggi pula.
Perubahan warna menjadi biru pekat pada tabung yang diberi benedict menandakan
adanya aktivitas enzim amylase yang mensintesis gula kompleks menjadi gula
sederhana (glukosa).
Sejak menit keempat tidak terjadi
perubahan warna lagi sampai menit ke 20 warnanya tetap pekat tetapi pada bagian
bawah tabung reaksi terdapat endapan berwarna putih yang menunjukan hasil dari
aktivitas enzim yang memecah amilum walaupun lama.
Aktivitas enzim amylase pada suhu 20-24oC
tidak berjalan optimal dikarenakan berdasarkan referensi, suhu optimal bagi
enzim berkisar antara 30-40oC.
Dikarenakan suhu yang terlalu rendah maka kerja enzim pun menjadi lambat
dan akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapat titik achromatis.
2. Perlakuan
pada suhu 36-37 o C
Pada tabung pertama di berikan lugol dan
terjadi perubahan warna menjadi ungu yang kebiru-biruan, tetapi setelah dikocok
warna birunya menghilang memandakan bahwa enzim amylase berkerja menghidrolisis
amilum menjadi monosakarida . Menurut teori bahwa apabila enzim amylase yang
telah dipanaskan bertemu dengan amilum (pati) lalu ditetesi larutan iodium maka
akan tampak larutan dengan warna biru kehitaman. Tetapi hal ini berbeda dari
percobaan yang telah kami lakukan. Karena setelah melakukan penetesan larutan
iodium sebanyak 2 tetes setiap semenit sekali hasilnya berwarna ungu pekat.
Larutan amilum mengalami perubahan warna setiap menitnya menjadi memutih
walaupun tidak sampai achromatis.
Pada tabung 2 diberikan larutan
benedict dan terjadi perubahan warna
menjadi biru yang kurang pekat, dan terjadi perubahan warna pada menit
berikutnya menjadi biru pekat sampai ahirnya kembali menjadi biru ktidak pekat.
Penambahan larutan benedict ini menghasikkan endapan yang cukup banyak dan
berwarna putih. Hal ini menunjukan adanya gula yang mempunyai gugus aldehid
atau keton bebas yang mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu2O,
ini berarti enzim telah berkerja menghidrolisisi amilum secara maksimal pada
suhu 36-37°C.
Larutan amilum pada kedua tabung ini
belum mencapai titik achromatis sempurna setelah melakukan 20 kali pengulangan
dikarenakan waktu yang digunakan terbatas, apabila dilakukan lebih dari 20 kali
pengulangan mungkin akan mencapai titik achromatis sempurna. Terjadi perubahan
warna setiap menitnya dari mulai warna tidak pekat menjadi pekat sampai kembali
ke warna tidak pekat kembali menunjukan adanya aktivitas dari enzim amylase
yang terdapat dalam saliva.
3. Perlakuan
pada suhu >70 0C
Pada suhu >70 0C, tabung reaksi
yang ditetesi larutan lugol mengalami titik achromatis lebih cepat, ditandai
dengan perubahan warna ke bentuk semula pada menit ke-3. Titik achromatis
adalah titik dimana sudah tidak terjadi perubahan warna lagi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kerja enzim optimum karena enzim amilase selesai bekerja
ketika tidak ada lagi amilum yang harus diubah menjadi bentuk yang sederhana.
Pada suhu >700C, kecepatan substrat meningkat, sehingga pada saat
bertumbukan dengan enzim, energi molekul substrat berkurang dan memudahkan
terikatnya molekul substrat pada sisi aktif enzim. Aktivitas enzim akan
meningkat dengan meningkatnya suhu sampai pada titik tertentu.Setelah itu,
enzim mengalami denaturasi.
Tabung reaksi ke-2, kami tidak dapat
menemukan titik achromatisnya karena peningkatan suhu diatas suhu optimum akan
menyebabkan putusnya ikatan hydrogen dan ikatan lain yang merangkai molekul
enzim, sehingga enzim mengalami denaturasi. Hal tersebut menghasilkan warna
ahir larutan hijau tua pekat dan terdapat lingkaran cincin berwarna oranye yang
membatasi antara endapan amilum dan larutan amilum. Warna hijau tua pekat ini
dijadikan hasil ahir setelah penetesan benedict sebanyak 2 tetes setiap 1 menit
sekali yang dilakukan kembali sebanyak 20 kali pengulangan.
VI. VIII.
Kesimpulan
Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
·
Proses pencernaan makanan terjadi secara
mekanik dan kimiawi. Saliva membantu proses pencernaan kimiawi pada makanan
karena mengandung enzim amylase dengan cara pemecahan zat pati (amilum) oleh
ptyalin (suatu amylase) menjadi maltose, trisakarida, dan dekstrin. Amilum yang
dicerna di dalam mulut akan berubah menjadi lebih halus (bolus) sehingga proses
pencernaan dapat diteruskan pada tahap selanjutnnya.
·
Aktivitas enzim amylase dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah pengaruh temperature atau suhu. Pada suhu
normal (240C) aktivitas enzim dapat dikatakan lambat karena enzim bekerja di bawah suhu optimum yang
ditandai dengan perubahan warna ungu pada larutan amilum yang ditetesi lugol
dan warna biru pekat pada larutan amilum yang ditetesi benedict dan sulit untuk
kembali kewarna awal, serta terdapat sedikit endapan putih pada keduanya.
Sedangkan pada suhu 37-380C aktivitas enzim dapat dikatakan bekerja
secara optimum karena pada suhu ini larutan amilum mendekati titik achromatis.
Selanjutnya pada suhu lebih dari 700C aktivitas enzim mengalami
peningkatan karena dipengaruhi oleh suhu yang tinggi, namun hal ini juga
menyebabkan enzim mengalami denaturasi ditandai adanya perubahan warna yang
pekat dan kecoklatan.
·
Suhu yang terlalu rendah dapat
memperlambat kerja enzim, sedangkan suhu yang terlalu panas dapat merusak enzim
dan menyebabkan denaturasi. Suhu optimum bagi kerja enzim pada prkatikum yang
kami lakukan yaitu pada suhu 36-37oC
VII. IX.
Daftar
Pustaka
Poedjiadi, Anna. 2005. Dasar-Dasar
Biokimia. Edisi Kedua. Jakarta: Universitas Indonesia.
Faktor pengaruh kerja enzim tersedia
pada https://ceritabiologi.wordpress.com
di akses pada 10 November 2017.
LAMPIRAN
Komentar
Posting Komentar